Senin, 11 April 2011

Bermekarlah Kuncup-kuncup Bunga Keimanan

Senin, 11 April 2011
0 komentar
Dengan bismillah mesra, kami semburkan tinta ini untuk hati yang tengah gundah dan gulana. Semoga Alloh meridhoi dan menjadikan kami dan anda sebagai orang yang ikhlas dalam beramal. Pula, semoga dengan hitam diatas putih ini adalah saksi agar kami dapat menatap wajah-Nya kelak di Surga, sebuah negeri penuh cinta.

Sahabat,  begitu sering kegalauan jiwa menginangi hati. Jadilah hati itu gundah. Gelisah pun secara perlahan mendominasi hingga pikiran jernih tak lagi diraih. Telah tiba musim jenuh yang memalaskan raga untuk peragakan amal shalih, mendiamkan hati agar tak terpaut dengan Allah, dan membisukan lisan agar tak semburatkan sejuta kebaikan.

Kapankah datang musim semi yang menghadiahkan pucuk-pucuk keimanan bagi dahan jiwa?

Kapankah bertandang musim hujan yang menunaskan rumput-rumput ketakwaan?

Tenanglah sahabat. Kepadamu, dari sudut beranda kalbu, kami bisikkan semilir untaian kata bahwa hanya karena Alloh lah kami mencintaimu. Sehingga tak pelak kami goreskan tinta ini untuk kami dan untukmu.

Pun kiranya tak perlu banyak kata untuk membuatmu menjauhi tulisan ini, dan tak perlu pula sajak bintang berirama indah untuk membuatmu punah dari gundah. Tapi di tulisan ini, kami berharap ada banyak rasa yang akan membuatmu jadi permatanya. Maka tetaplah disini. Buka mata dan hati. Tersenyumlah, karena senyummu adalah begitu indah sejukkan hati.

---000----000---

Sahabat,

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Salah satu di antara tujuh golongan orang yang akan diberi naungan Allah pada hari kiamat adalah; seorang yang mengingat Allah lantas kedua matanya pun mengalirkan air mata.” [1].
Tapi…

Tapi…

Bagaimana mungkin hati bisa tersentuh dan mata membulirkan air yang menandakan sejuknya keimanan sementara saat ini hati kita tengah mati?

Sungguh kita adalah orang-orang yang menzhalimi diri sendiri dengan kemaksiatan yang kita lakukan. Mata kita ini bukan menangis karena takut pada Alloh, namun karena sinetron cinta picisan. Mata ini terbangun pula di gulita malam namun bukan untuk bermunajat pada-Nya namun hanyalah sekedar untuk menelpon si “dia”, menonton acara-acara murahan.

Suara serak kita ini bukanlah karena bacaan tilawah Al-qur’an atau mengulang-ngulang hafalannya namun karena bersenandung lagu-lagu cinta ala anak muda. Hingga bait-bait lirik lagu lebih kita kenal dibanding bacaan indah Al-qur’an.

Bukan pula kata-kata yang baik dan enak terdengar namun kata-kata yang penuh dusta dan menusuklah yang terlontar.Kaki kitapun, jarang kita dapati langkahnya untuk menuju majelis zikir, majelis ilmu, beribadah lima waktu di masjid, malahan degup langkah bertapak ke konser musik, Mall dan tempat shopping lainnya.

Ya Robbi, sungguh kami termasuk orang yang merugi. Ampunilah diri kami. Ampunilah kami.

Takutlah kita dengan azab Allohu ta’ala. Cobalah renungilah tentang maut. Saat sakaratul maut, terlihat demikian mudahnya arwah orang mukmin keluar dari raganya, akan tetapi bukan berarti bebas dari rasa sakit! Tidak, sekali-kali tidak.

Adakah keraguan pada diri kita bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang mukmin yang paling sempurna keimanannya? Akan tetapi kemulian dan kesempurnaan iman beliau tidak dapat melindungi beliau dari dahsaytnya sakaratul maut. Oleh karena itu, tatkala beliau menghadapi sakaratul maut, beliau begitu gundah. Beliau berusaha menenangkan dirinya dengan mengusap wajahnya dengan tangannya yang telah dicelupkan ke dalam bejana berisi air. Beliau mengusap wajahnya berkali-kali, sambil bersabda:
"Tiada Tuhan Yang berhak diibadahi selain Allah. Sesungguhnya kematian itu disertai oleh rasa pedih." [2]

Pada suatu hari sahabat Umar bin Al Khatthab Radhiyallahu 'anhu bertanya kepada Ka'ab Al Ahbaar: "Wahai Ka'ab, ceritakan kepada kita tentang kematian!

Ka'ab pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin! Gambaran sakitnya kematian adalah bagaikan sebatang dahan yang banyak berduri tajam, tersangkut di kerongkongan anda, sehingga setiap duri menancap di setiap syarafnya. Selanjutnya dahan itu sekonyong-konyong ditarik dengan sekuat tenaga oleh seorang yang gagah perkasa. Bayangkanlah, apa yang akan turut tercabut bersama dahan itu dan apa yang akan tersisa!" [3]
Syaddaad bin Al Aus berkata: "Kematian adalah pengalaman yang paling menakutkan bagi seorang mukmin, baik di dunia ataupun di akhirat. Kematian itu lebih menyakitkan dibanding anda digergaji, atau dipotong dengan gunting, atau direbus dalam periuk. Andai ada seseorang yang telah mati diizinkan untuk menceritakan tentang apa yang ia rasakan pada saat menghadapi kematian, niscaya mereka tidak akan pernah bisa menikmati kehidupan dan juga tidak akan pernah tidur nyenyak." 

Bila demikian dahsyatnya rasa sakit yang menimpa seorang mukmin ketika menghadapi sakaratul maut, maka bagaimana dengan diri kita wahai saudara-saudara kami? Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang menodai lembaran amal kita? Sedang masihkah kita masih terpaku dengan pacaran, taruhan, judi, minum minuman keras dan tidak menutup aurat?

Sahabat..

Cobalah ingat kembali, rasa pedih dan sakit yang pernah kita rasakan ketika tertusuk atau tersengat api! Sangat menyakitkan bukan? Padahal syaraf yang merasakan rasa sakit hanyalah sebagiannya. Walau demikian, rasanya begitu menyakitkan, sehingga susah untuk dilupakan? Bagaimana halnya bila kelak pada saat sakaratul maut seluruh syaraf kita merasakan sakit. Disaat ruh kita berusaha berpegangan erat-erat dengan setiap syaraf anda sedangkan Malaikat Maut mencabutnya dengan keras dan kuat. Betul-betul menyakitkan. Penampilan Rasa Malaikat Maut yang begitu seram dan menakutkan akan semakin menambah pedih rasa sakit yang kita rasakan.

Sahabat,..

Siapkah kita menjalani pengalaman yang begitu menakutkan dan begitu menyakitkan?
Bila kita tidak kuasa menjalani sakaratul maut yang sangat menyakitkan seperti ini, maka mengapa noda-noda maksiat terus mengotori lembaran amal dan menghitamkan hati kita? Mengapa kaki terasa kaku, tangan serasa terbelenggu, mata seakan melekat dan pintu hati seakan terkunci ketika ada seruan beribadah kepada Allah?’ [4]

Ketahuilah bahwa itu hanyalah sedikit kabar bagaimana pedihnya sakaratul maut. Belum lagi ditambah dengan siksa kubur yang tak  kalah dahsyatnya dan juga pedihnya siksa api neraka. Sedang siksa neraka yang paling ringan saja adalah ketika kaki menginjak neraka dan membuat otak mendidih. Lemas diri ini membuat tulisan ini. Takut sekali rasanya. Ya robbi, sungguh zholim diri ini, maka ampunilah kami, jikalau Kau tidak mengampuni kepada siapa lagi hendak kami akan mohon ampun ini.

Kiranya, kami goreskan pena ini hanyalah untuk diri kami karena hati kami mati, kami yakin hati kalian masih bersemi.

***
Penulis : Erlan Eskandar
Penyunting & Penyelaras  Bahasa : Abdullah Akiera Van As-samawiey
Copas From : Group "Ketika Wanita Ingin Dimengerti"
________
Footnote :::

[1] HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6114][2] HR. Imam Bukhari
[3] Riwayat Abu Nu'aim Al Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya'
[4] Sebuah renungan terhadap kematian, ust Arifin Badri, dari www.almanhaj.or.id , dengan sdikit editing

read more

Minggu, 10 April 2011

Facebook Haram...?? What...???

Minggu, 10 April 2011
0 komentar

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
 
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala. Belakangan ini di antara kita pernah mendengar fatwa haramnya Facebook, sebuah layanan pertemanan di dunia maya yang hampir serupa dengan Friendster dan layanan pertemanan lainnya. Banyak yang bingung dalam menyikapi fatwa semacam ini. Namun, bagi orang yang diberi anugerah ilmu oleh Allah tentu tidak akan bingung mengenai fatwa tersebut. 

Dalam tulisan yang singkat ini, dengan izin dan pertolongan Allah kami akan membahas tema yang cukup menarik ini, yang sempat membuat sebagian orang kaget. Tetapi sebelumnya, ada beberapa preface yang akan kami kemukakan.Semoga Allah memudahkannya.

Dua Kaedah yang Mesti Diperhatikan

Saudaraku, yang semoga selalu mendapatkan taufik dan hidayah Allah Ta’ala. Dari hasil penelitian dari Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama membuat dua kaedah ushul fiqih berikut ini:
Hukum asal untuk perkara ibadah adalah terlarang dan tidaklah disyari’atkan sampai Allah dan Rasul-Nya mensyari’atkan.
Sebaliknya, hukum asal untuk perkara ‘aadat (non ibadah) adalah dibolehkan dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya melarangnya.
Apa yang dimaksud dua kaedah di atas?

Untuk kaedah pertama yaitu hukum asal setiap perkara ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyariatkannya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ibadah adalah sesuatu yang diperintahkan atau dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang memerintahkan atau menganjurkan suatu amalan yang tidak ditunjukkan oleh Al Qur’an dan hadits, maka orang seperti ini berarti telah mengada-ada dalam beragama (baca: berbuat bid’ah). Amalan yang dilakukan oleh orang semacam ini pun tertolak karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Namun, untuk perkara ‘aadat (non ibadah) seperti makanan, minuman, pakaian, pekerjaan, dan mu’amalat, hukum asalnya adalah diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya. Dalil untuk kaedah kedua ini adalah firman Allah Ta’ala,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al Baqarah: 29).
Maksudnya, adalah Allah menciptakan segala yang ada di muka bumi ini untuk dimanfaatkan. Itu berarti diperbolehkan selama tidak dilarangkan oleh syari’at dan tidak mendatangkan bahaya.

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللّهِ الَّتِيَ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالْطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِي لِلَّذِينَ آمَنُواْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat .” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al A’raaf: 32).
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingkari siapa saja yang mengharamkan makanan, minuman, pakaian, dan semacamnya.

Jadi, jika ada yang menanyakan mengenai hukum makanan “tahu”? Apa hukumnya? Maka jawabannya adalah “tahu” itu halal dan diperbolehkan.
Jika ada yang menanyakan lagi mengenai hukum minuman “Coca-cola”? Apa hukumnya? Maka jawabannya juga sama yaitu halal dan diperbolehkan.
Begitu pula jika ada yang menanyakan mengenai jual beli laptop? Apa hukumnya? Jawabannya adalah halal dan diperbolehkan.

Jadi, untuk perkara non ibadah seperti tadi, hukum asalnya adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Makan bangkai menjadi haram, karena dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Begitu pula pakaian sutra bagi laki-laki diharamkan karena ada dalil yang menunjukkan demikian. Namun asalnya untuk perkara non ibadah adalah halal dan diperbolehkan.
Oleh karena itu, jika ada yang menanyakan pada kami bagaimana hukum Facebook? Maka kami jawab bahwa hukum asal Facebook adalah sebagaimana handphone, email, blog, internet, radio, dan alat-alat teknologi lainnya yaitu sama-sama mubah dan diperbolehkan.
Hukum Sarana sama dengan Hukum Tujuan

Perkara mubah (yang dibolehkan) itu ada dua macam. Ada perkara mubah yang dibolehkan dilihat dari dzatnya dan ada pula perkara mubah yang menjadi wasilah (perantara) kepada sesuatu yang diperintahkan atau sesuatu yang dilarang.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- mengatakan,
“Perkara mubah dibolehkan dan diizinkan oleh syari’at untuk dilakukan. Namun, perkara mubah itu dapat pula mengantarkan kepada hal-hal yang baik maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang diperintahkan. Perkara mubah terkadang pula mengantarkan pada hal yang jelek, maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang dilarang.
Inilah landasan yang harus diketahui setiap muslim bahwa hukum sarana sama dengan hukum tujuan (al wasa-il laha hukmul maqhosid).”
Maksud perkataan beliau di atas: 

Apabila perkara mubah tersebut mengantarkan pada kebaikan, maka perkara mubah tersebut diperintahkan, baik dengan perintah yang wajib atau pun yang sunnah. Orang yang melakukan mubah seperti ini akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya. 

Misalnya : Tidur adalah suatu hal yang mubah. Namun, jika tidur itu bisa membantu dalam melakukan ketaatan pada Allah atau bisa membantu dalam mencari rizki, maka tidur tersebut menjadi mustahab (dianjurkan/disunnahkan) dan akan diberi ganjaran jika diniatkan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah. 

Begitu pula jika perkara mubah dapat mengantarkan pada sesuatu yang dilarang, maka hukumnya pun menjadi terlarang, baik dengan larangan haram maupun makruh.

Misalnya : Terlarang menjual barang yang sebenarnya mubah namun nantinya akan digunakan untuk maksiat. Seperti menjual anggur untuk dijadikan khomr.
Contoh lainnya adalah makan dan minum dari yang thoyib dan mubah, namun secara berlebihan sampai merusak sistem pencernaan, maka ini sebaiknya ditinggalkan (makruh). 

Bersenda gurau atau guyon juga asalnya adalah mubah. Sebagian ulama mengatakan, “Canda itu bagaikan garam untuk makanan. Jika terlalu banyak tidak enak, terlalu sedikit juga tidak enak.” Jadi, jika guyon tersebut sampai melalaikan dari perkara yang wajib seperti shalat atau mengganggu orang lain, maka guyon seperti ini menjadi terlarang. 

Oleh karena itu, jika sudah ditetapkan hukum pada tujuan, maka sarana (perantara) menuju tujuan tadi akan memiliki hukum yang sama. Perantara pada sesuatu yang diperintahkan, maka perantara tersebut diperintahkan. Begitu pula perantara pada sesuatu yang dilarang, maka perantara tersebut dilarang pula. Misalnya tujuan tersebut wajib, maka sarana yang mengantarkan kepada yang wajib ini ikut menjadi wajib.

Contohnya : Menunaikan shalat lima waktu adalah sebagai tujuan. Dan berjalan ke tempat shalat (masjid) adalah wasilah (perantara). Maka karena tujuan tadi wajib, maka wasilah di sini juga ikut menjadi wajib. Ini berlaku untuk perkara sunnah dan seterusnya.

Intinya, Hukum Facebook adalah Tergantung Pemanfaatannya

Jadi intinya, hukum facebook adalah tergantung pemanfaatannya. Kalau pemanfaatannya adalah untuk perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat, maka facebook pun bernilai sia-sia dan hanya membuang-buang waktu. Begitu pula jika facebook digunakan untuk perkara yang haram, maka hukumnya pun menjadi haram. Hal ini semua termasuk dalam kaedah “al wasa-il laha hukmul maqhosid (hukum sarana sama dengan hukum tujuan).” Di bawah kaedah ini terdapat kaedah derivat atau turunan yaitu:
1. Maa laa yatimmul wajibu illah bihi fa huwa wajib (Suatu yang wajib yang tidak sempurna kecuali dengan sarana ini, maka sarana ini menjadi wajib)
2. Maa laa yatimmul masnun illah bihi fa huwa masnun (Suatu yang sunnah yang tidak sempurna kecuali dengan sarana ini, maka sarana ini menjadi wajib)
3. Maa yatawaqqoful haromu ‘alaihi fa huwa haromun (Suatu yang bisa menyebabkan terjerumus pada yang haram, maka sarana menuju yang haram tersebut menjadi haram)
4. Wasail makruh makruhatun (Perantara kepada perkara yang makruh juga dinilah makruh)
Maka lihatlah kaedah derivat yang ketiga di atas. Intinya, jika facebook digunakan untuk yang haram dan sia-sia, maka facebook menjadi haram dan terlarang.
Kita dapat melihat bahwa tidak sedikit di antara pengguna facebook yang melakukan hubungan gelap di luar nikah di dunia maya. Padahal lawan jenis yang diajak berhubungan bukanlah mahram dan bukan istri. Sungguh, banyak terjadi perselingkuhan karena kasus semacam ini. Jika memang facebook banyak digunakan untuk tujuan-tujuan seperti ini, maka sungguh kami katakan, “Hukum facebook sebagaimana hukum pemanfaatannya. Kalau dimanfaatkan untuk yang haram, maka facebook pun menjadi haram.”

Waktu yang Sia-sia Di Depan Facebook

Saudaraku, inilah yang kami ingatkan untuk para pengguna facebook. Ingatlah waktumu! Kebanyakan orang betah berjam-jam di depan facebook, bisa sampai 5 jam bahkan seharian, namun mereka begitu tidak betah di depan Al Qur’an dan majelis ilmu. Sungguh, ini yang kami sayangkan bagi saudara-saudaraku yang begitu gandrung dengan facebook. Oleh karena itu, sadarlah!!

Semoga beberapa nasehat ulama kembali menyadarkanmu tentang waktu dan hidupmu.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan,
“Aku pernah bersama dengan seorang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”
Lanjutan dari perkataan Imam Asy Syafi’i di atas,
“Kemudian orang sufi tersebut menyebutkan perkataan lain: Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).” (Al Jawabul Kafi, 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung). Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”
Ingatlah … kematian lebih layak bagi orang yang menyia-nyiakan waktu.
Ibnul Qayyim mengatakan perkataan selanjutnya yang sangat menyentuh qolbu,
“Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.” (Al Jawabul Kafi, 109)
Marilah Memanfaatkan Facebook untuk Dakwah

Inilah pemanfaatan yang paling baik yaitu facebook dimanfaatkan untuk dakwah. Betapa banyak orang yang senang dikirimi pesan nasehat agama yang dibaca di inbox, note atau melalui link mereka. Banyak yang sadar dan kembali kepada jalan kebenaran karena membaca nasehat-nasehat tersebut.
Jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain apalagi dalam masalah agama yang dapat mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

خيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.” (Al Jaami’ Ash Shogir, no. 11608)
Dari Abu Mas’ud Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa memberi petunjuk pada orang lain, maka dia mendapat ganjaran sebagaimana ganjaran orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لأَنْ يَهْدِىَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Jika Allah memberikan hidayah kepada seseorang melalui perantaraanmu maka itu lebih baik bagimu daripada mendapatkan unta merah (harta yang paling berharga orang Arab saat itu).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihatlah saudaraku, bagaimana jika tulisan kita dalam note, status, atau link di facebook dibaca oleh 5, 1o bahkan ratusan orang, lalu mereka amalkan, betapa banyak pahala yang kita peroleh. Jadi, facebook jika dimanfaatkan untuk dakwah semacam ini, sungguh sangat bermanfaat.

Penutup: Nasehat bagi Para Pengguna Facebook

Faedah dari perkataan Imam Asy Syafi’i:
“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”.(Al Jawabul Kafi, 109)
Kami hanya bisa berdoa kepada Allah, semoga Allah memberikan taufik dan hidayah bagi orang yang membaca tulisan ini. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk memanfaatkan waktu dengan baik, dalam hal-hal yang bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Rujukan:

Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah
Al Qowa’id wal Ushul Al Jaami’ah
, Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Darul Wathon Lin Nasyr
Jam’ul Mahshul fi Syarhi Risalah Ibni Sya’di fil Ushul
, Abdullah bin Sholeh Al Fauzan, Dar Al Muslim
Risalah Lathifah
, Abdurrahman bin Nashir As Sa’di

***
Al Faqir Ilallah
: Muhammad Abduh Tuasikal
Disusun di Mediu Learning Center, Rabu, 10 Jumadits Tsani 1430 H

read more

Ingkar Kepada Thogut

0 komentar

Ibnu Al-Qayyim [19] Rahimahullah Ta’ala telah menjelaskan pengertian thaghut dengan mengatakan :

( الطاغوت : ما تجاوز به العبد حده من معبود، أو متبوع، أو مطاع ).




“Thaghut, ialah segala sesuatu yang diperlakukan menusia secara melampaui batas (yang telah ditentukan oleh Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi.”
Thaghut itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada empat:
1-Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah,
1.Orang yang disembah, sedang ia sendiri rela,
2.Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
3.Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib,
4.Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah.


Allah Ta’ala berfirman :

لا إكرا في الدين قد تبين الرشد من الغي فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع عليم

“Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini. Sungguh telah jelas kebenaran dari kesesatan. Untuk itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh dengan tali yang amat kuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah ; 256).

Ingkar kepada semua thaghut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, adalah hakekat syahadat “La Ilaha Illallah”.

Dan diriwayatkan dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

رأس هذا الأمر الإسلم، وعموده الصلاة، وذروة سنامه الجهاد في سبيل الله.

“Pokok agama ini adalah Islam [20], dan tiangnya adalah shalat, sedang ujung tulang punggungnya adalah jihad fi sabilillah [21].

Wallahu a’lam. Hanya Allahlah yang Maha Tahu. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

-------------
(19) Abu Abdillah : Muhamad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad Az-zur’i Ad- Dimasyqi, terkenal dengan Ibnu Al-qayyim atau Ibnu Qayim al-Jauziyah (691-751 H = 1292-1350 M). Seorang ulama yang giat dan gigih dalam mengajak ummat Islam pada zamannya untuk kembali kepada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah serta mengikuti jejak para salafus shalih. Mempunyai banyak karya tulis, antara lain : Madarij-assalikin, Zaad Al-Ma’ad, Thariq Al-Hijratain wa Baab As-Sa’adatain, At- tibyan fi Aqsam Al-Qur’an, Miftah Dar As-sa’adah.

(20) Silahkan melihat kembali pengertian Islam yang disebutkan oleh penulis pada hal 23.
__________________________
Disadur Ulang dari buku karya :  Syaikh Muhammad At-Tamimi dengan Judul "Tiga Landasan Utama", 
Diterbitkan oleh Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da'wah, dan Penyuluhan Urusan Penerbitan & Penyebaran Saudi Arabia


read more

Hikmah Diutus para rasul

0 komentar
Allah telah mengutus semua Rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

رسلا مبشرين ومنذرين لئلا يكون للناس على الله حجة بعد الرسل


“(Kami telah mengutus) Rasul-rasul mejadi penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi mausia membantah Allah setelah (diutusnya) para Rasul itu.” (QS. An-Nisa’ : 165).

Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam, dan Rasul terakhir adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta beliaulah penutup para Nabi.

[Selain dalil dari Al Qur’an yang disebutkan penulis, yang menunjukkan bahwa Nabi Nuh adalah Rasul pertama, disana ada juga hadis shahih yang menyetakan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi ini, seperti hadits riwayat Al-bukhari dalam shohih nya, kitab Al-Anbiya’, bab 3, dan riwayat Muslim dalam shahihnya, kitab Al-Iman bab 84. Adapun Nabi Adam ‘alaihis salam, menurut sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar al-ghifari R.A, beliau adalah nabi pertama. Dan disebutkan dalam hadits ini bahwa jumlah para Nabi ada 124 ribu orang, dari jumlah tersebut sebagai Rasul 315 orang, dan dalam riwayat lain disebutkan lebih dari 312 orang. Lihat : Imam Ahmad, Al-Musnad, jilid 5, hal, 178, 179 dan 265.]

Dalil yang meunjukkan bahwa Rasul pertama adalah Nabi Nuh, firman Allah Ta’ala :

إنا أوحينا إليك كما أوحينا إلى نوح والنبيون من بعده.

“Sesungguhnya Kami mewahuyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan para Nabi sesudahnya…” (QS. An-nisa’ :163)

dan Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul, mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad, dengan memerintahkan kepada mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka beribadah kepada thaghut. Allah Ta’ala berfirman:

ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت.

“Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rasul (untuk menyerukan) : Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl :36).

Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir kepada thaghut dan hanya beriman kepada-Nya saja.
__________________________
Disadur Ulang dari buku karya :  Syaikh Muhammad At-Tamimi dengan Judul "Tiga Landasan Utama", 
Diterbitkan oleh Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da'wah, dan Penyuluhan Urusan Penerbitan & Penyebaran Saudi Arabia

read more
 

Mengenai Saya

Foto saya
Serahkan Semuanya Kepada Anda

Pengikut

Copyright © Food & Drink Recipes | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog